Try to find the Light

April 27, 2008

Ayat-ayat Cinta in News

 

Walaupun sebenarnya, aku termasuk yang tidak puas dengan film Ayat-ayat Cinta, tapi turut berbangga juga pada boomingnya film ini…

Ternyata film ini banyak juga disorot oleh negara-negara lain, sampai ke Afrika loh. Dibawah ini daftar pemuatan artikel mengenai film Ayat-ayat Cinta di beberapa Surat Kabar dunia, daftar ini aku dapatkan dari Milist yang aku ikuti.

Indeks:


1. Islamic Movie ‘Ayat Ayat Cinta’ Wows Indonesian Audiences (VOA)

http://www.voanews.com/english/2008-03-13-voa10.cfm


2. Indonesian film shows true face of Islam (IslamOnline.com)

3. Indonesian blockbuster film shows gentle Islam face (TheGlobeAndMail.com from Reuters)

4. Ayat Ayat Cinta shows gentle Islam face (Arab Times Online)

5. Islamic love story with a message a hit film (National Post)

6. Touching story brings President to tears. Muslim love story becomes Indonesian hit (Al-Arabiya)

7. Popular Islamic film tells a universal love story (Contra Costa Times from Associated Press)

8. Indon Islamic love movie draws record crowd (Straits Times)

9. REFILE-Indonesia blockbuster film shows gentle Islam face (Reuters Africa)

10. Islamic romance storms Indonesian box office (ABC Australia)

11. Movie taps religious pride in the world’s most populous Muslim nation (Canadian Press)

http://canadianpress.google.com/article/ALeqM5gjfXPqYGdcAZAgh7N8rxkaGOAQew

12. ‘Verses’ attests to tolerance of Islam (Times Union, Albany, NY)

http://timesunion.com/ASPStories/Story.asp?StoryID=67565&Category=ARTS&LinkFrom=RSS

 

 

Apa kabar RUU Anti Pornografi & Anti Pornoaksi?

Filed under: Artikel, Islam, Kegiatan Islami, Kisah Islami — Tag:, — fisan @ 11:00 am

Tubuhku Adalah Milikku    

Refleksi Oleh : Redaksi 11 May 20065:30 pm


Wardiman Sujatmoko


Ada  sebagian wanita yang berpendirian, karena tubuhnya adalah miliknya maka  ia bebas memperlakukan tubuhnya itu, bebas menampilkan tubuhnya melalui  dandanan yang sesuai dengan keinginannya di depan publik.


Kisah nyata berikut ini terjadi di sebuah apotek di bilangan
Jakarta  Barat. Seorang wanita muda masuk ke dalam apotek dan langsung menuju  petugas penerima resep. Ia berpenampilan seksi, dengan rok pendek dan  kaus ketat membalut sebagian tubuhnya sehingga masih nampak bagian  perut (pusar).


Setelah menyerahkan resep dokter, ia mengambil tempat duduk persis di  sebelah laki-laki muda yang sejak awal mengikuti kedatangan wanita muda  ini dengan tatapan matanya.Dengan suara perlahan namun dapat didengar orang di sekitarnya, lelaki muda itu membuka percakapan, “mbak tarifnya berapa?”

 


Si perempuan muda nampak terkejut. Ia menatap dengan marah kepada lelaki tadi. Kemudian dengan nada ketus menjawab, “saya bukan pelacur, bukan wanita murahan…”!!Si lelaki muda tak kurang marahnya. “Siapa yang bilang mbak  pelacur atau wanita murahan. Saya cuma menanyakan tarif, karena cara  mbak berdandan seperti sedang menjajakan sesuatu.”

 


Terjadi ‘perang mulut’ yang membuat pengunjung apotek ikut menyaksikan. Dengan nada tinggi si wanita muda berkata ketus, “tubuh saya milik saya, saya bebas mau ngapain aja dengan tubuh ini, dasar pikiranmu saja yang kotor…”


Si lelaki muda tak mau kalah. “Saya bebas menggunakan mata  saya. Saya juga bebas menggunakan mulut saya termasuk untuk menanyakan  berapa tarif kamu. Saya juga bebas menggunakan pikiran saya…”


Si wanita muda tak kehabisan argumen. “Saya bisa melaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan.”


 “Silakan,” kata si lelaki. “Saya juga bisa menuntut kamu dengan tuduhan  melakukan perbuatan tidak menyenangkan, antara lain karena kamu telah  mengganggu ketenangan ‘adik’ saya. Kamu ke apotek mau menebus obat atau  mau membangunkan ‘adik’ saya?”


Mungkin karena malu, si wanita muda itu sekonyong-konyong meninggalkan  apotek, padahal urusannya sama sekali belum selesai. Sedangkan si  lelaki, setelah selesai dengan urusannya ia pergi ngeloyor dengan wajah  bersungut-sungut.


Sumber: Harian BERITA
KOTA, edisi Rabu, 10 Mei 2006, Kapling Rakyat, hal. 10.

 

April 4, 2008

Pemerintah… oooooyyy… Denger gak yah?

Filed under: Artikel, Blogroll, Islam, Kegiatan Islami, Kisah Islami — fisan @ 3:48 am

Pagi ini dapat email isinya benar-benar menyentuh hati… masih adakah pemerintah untuk kaum miskin?

 ——————————————————————————————

Sepulang dari pengajian rutin beberapa hari lalu, saya berdiri di tepi trotoar daerah Klender. Angkot yang ditunggu belum jua lewat, sedang matahari kian memancar terik. Entah mengapa, kedua mata saya tertarik untuk memperhatikan seorang bapak tua yang tengah termangu di tepi jalan dengan sebuah gerobak kecil yang kosong. Bapak itu duduk di trotoar. Matanya memandang kosong ke arah jalan.

Saya mendekatinya. Kami pun terlibat obrolan ringan. Pak Jumari, demikian namanya, adalah seorang penjual minyak tanah keliling yang biasa menjajakan barang dagangannya di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. “Tapi kok gerobaknya kosong Pak, mana kaleng-kaleng minyaknya?” tanya saya.

Pak Jumari tersenyum kecut. Sambil menghembuskan nafas panjang-panjang
seakan hendak melepas semua beban yang ada di dadanya, lelaki berusia  limapuluh dua tahun ini menggeleng. “Gak ada minyaknya.”

Bapak empat anak ini bercerita jika dia tengah bingung. Mei depan, katanya, pemerintah akan mencabut subsidi harga minyak tanah.”Saya bingung. saya pasti gak bisa lagi jualan minyak. Saya gak tahu lagi harus jualan apa. modal gak ada.keterampilan gak punya..” Pak Jumari bercerita. Kedua matanya menatap kosong memandang jalanan. Tiba-tiba kedua matanya basah. Dua bulir air segera turun melewati pipinya yang cekung.

“Maaf dik saya menangis, saya benar-benar bingung mau makan apa kami kelak.., ” ujarnya lagi. Kedua bahunya terguncang menahan tangis. Saya tidak mampu untuk menolongnya dan hanya bisa menghibur dengan kata-kata. Tangan saya mengusap punggungnya. Saya tahu ini tidak mampu mengurangi beban hidupnya.

Pak Jumari bercerita jika anaknya yang paling besar kabur entah ke mana. “Dia kabur dari rumah ketika saya sudah tidak kuat lagi bayar sekolahnya di SMP. Dia mungkin malu. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi melihat dia.Adiknya juga putus sekolah dan sekarang ngamen di jalan. Sedangkan dua adiknya lagi ikut ibunya ngamen di kereta. Entah sampai kapan kami begini .”

Mendengar penuturannya, kedua mata saya ikut basah. Pak Jumari mengusap kedua matanya dengan handuk kecil lusuh yang melingkar di leher. “Dik, katanya adik wartawan.. tolong bilang kepada pemerintah kita, kepada bapak-bapak yang duduk di atas sana, keadaan saya dan banyak orang seperti saya ini sungguh-sungguh berat sekarang ini. Saya dan orang-orang seperti saya ini cuma mau hidup sederhana, punya rumah kecil,
bisa nyekolahin anak, bisa makan tiap hari, itu saja.” Kedua mata Pak Jumari menatap saya dengan sungguh-sungguh.


“Dik, mungkin orang-orang seperti kami ini lebih baik mati.. mungkin  kehidupan di sana lebih baik daripada di sini yah…”
Pak Jumari menerawang.

Saya tercekat. Tak mampu berkata apa-apa. Saya tidak sampai hati  menceritakan keadaan sesungguhnya yang dilakukan oleh para pejabat kita, oleh mereka-mereka yang duduk di atas singgasananya. Saya yakin Pak Jumari juga sudah tahu dan saya hanya mengangguk.

Mereka, orang-orang seperti Pak Jumari itu telah bekerja siang malam membanting tulang memeras keringat, bahkan mungkin jika perlu memeras darah pun mereka mau. Namun kemiskinan tetap melilit kehidupannya. Mereka sangat rajin bekerja, tetapi mereka tetap melarat.

Kontras sekali dengan para pejabat kita yang seenaknya numpang hidup mewah  dari hasil merampok uang rakyat. Uang rakyat yang disebut ‘anggaran negara’ digunakan untuk membeli mobil dinas yang mewah, fasilitas alat komunikasi  yang canggih, rumah dinas yang megah, gaji dan honor yang gede-gedean, uang rapat, uang transport, uang makan, akomodasi hotel berbintang nan gemerlap, dan segala macam fasilitas gila lainnya. Mumpung ada anggaran negara maka  sikat sajalah!

Inilah para perampok berdasi dan bersedan mewah, yang seharusnya bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya namun malah berkhianat mensejahterakan diri,  keluarga, dan kelompoknya sendiri. Inilah para lintah darat yang menghisap dengan serakah keringat, darah, tulang hingga sum-sum rakyatnya sendiri. Mereka sama sekali tidak perduli betapa rakyatnya kian hari kian susah bernafas. Mereka tidak pernah perduli. Betapa zalimnya
pemerintahan kita ini!

Subsidi untuk rakyat kecil mereka hilangkan. Tapi subsidi agar para pejabat bisa hidup mewah terus saja berlangsung. Ketika rakyat antri minyak berhari-hari, para pejabat kita enak-enakan keliling dalam mobil mewah yang dibeli dari uang rakyat, menginap berhari-hari dikasur empuk hotel berbintang yang dibiayai dari uang rakyat, dan melancong ke luar negeri berkedok studi banding, juga dari uang rakyat.


Sepanjang jalan, di dalam angkot, hati saya menangis.Bocah-bocah kecil berbaju lusuh bergantian turun naik angkot mengamen. Di perempatan lampu merah, beberapa bocah perempuan berkerudung menengadahkan tangan. Di tepi jalan, poster-poster pilkadal ditempel dengan norak. Perut saya mual dibuatnya.


Setibanya di rumah, saya peluk dan cium anak saya satu-satunya. “Nak, ini nasi bungkus yang engkau minta.” Dia makan dengan lahap. Saya tatap dirinya dengan penuh kebahagiaan. Alhamdulillah, saya masih mampu menghidupi keluarga dengan uang halal hasil keringat sendiri, bukan numpang hidup dari fasilitas negara, mengutak-atik anggaran negara yang sesungguhnya uang rakyat, atau bagai lintah yang mengisap kekayaan negara.


Saat malam tiba, wajah Pak Jumari kembali membayang. Saya tidak tahu apakah malam ini dia tidur dengan perut kenyang atau tidak. Saya berdoa agar Allah senantiasa menjaga dan menolong orang-orang seperti Pak Jumari, dan memberi hidayah kepada para pejabat kita yang korup. Mudah-mudahan mereka bisa kembali ke jalan yang benar. Mudah mudahan mereka bisa kembali paham bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di mahkamah akhir kelak. Mudah-mudahan mereka masih punya nurani dan mau melihat ke bawah.


Mudah-mudahan mereka bisa lebih sering naik angkot untuk bisa mencium  keringat anak-anak negeri ini yang harus bekerja hingga malam demi sesuap nasi, bukan berkeliling kota naik sedan mewah…


Mudah-mudahan mereka lebih sering menemui para dhuafa, bukan menemui konglomerat dan pejabat… Mudah-mudahan mereka lebih sering berkeliling ke wilayah-wilayah kumuh, bukan ke mal…


Amien Ya Allah.

Wassalam, ..

 

April 3, 2008

Memoar ZA Maulany; Jenderal Zuhud itu pun telah tiada

—– Original Message —–

From: Indra Kusuma

To: Indra Kusuma

Sent: Wednesday, April 06, 2005 1:17 AM

Subject: Jendral zuhud itu telah tiada…

20.25 WIB semalam, selepas sholat isya berjamaah dengan rekan-rekan dari perkantoran di musholla yang berlokasi di basement gedung Cyber, segera kuraih hp yang sengaja ditinggal di meja. Ada 2 pesan, salah satunya dari ibu Ida Prabowo (salah seorang pemilik TV Ar Rahmaan) yang mengabarkan bahwa pak ZA Maulani selasa sore telah meninggal…

Seakan gak percaya, segera kubuka detik.com dan cari info tentang berita itu…ternyata benar…Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji`uuna….lalu kabar berita duka yang sama berdatangan dari ustadzah Irena Handono, rekan-rekan pengurus pengajian perkantoran di gedung ini maupun yang lainnya…

Teringat tepat setahun yang lalu ketika kami mau adakan ta’lim dzuhur dengan mengangkat tema seputar isu terorisme. Sengaja kami angkat karena sudah jenuh dengan propaganda hitam yang disebarkan oleh musuh-musuh Allah. Diskusi dengan rekan-rekan pengurus lainnya dan disepakati kami mengundang Letjend. TNI (Purn) ZA Maulani dengan membedah buku beliau “Fitnah itu Akhirnya Terungkap” (terjemahan dari Stranger than Fiction, The Independent Investigation of 9-11 and The War Against Terrorism, karya Prof. DR. Albert D Pastore PhD). Tapi untuk mendapatkan buku itu tidaklah mudah, karena sudah tidak ada lagi di toko-toko buku bahkan di penerbitnya sekalipun. Karena sudah dibeli semua cetakan buku itu oleh salah seorang bapak yang peduli akan keberadaan buku ini. Menurut penerbit, buku itu ditolak berada di toko buku besar setelah terjual selama beberapa pekan. Dan alhamdulillah pak Hasyim, pemilik semua buku itu bersedia membantu menyediakannya dalam jumlah besar dan harga yang khusus.

Saat menghubungi pak Zaini Anhar Maulani, beliau katakan minta dijemput di rumahnya di area Bintaro Sektor IX dan dia katakan bahwa tidak punya mobil…hhmmm, masah sihh pikirku waktu itu…masa untuk seorang jendral bintang 3 yang telah memegang beberapa pos-pos penting tidak memiliki satu mobilpun…tapi tak apalah, kita memang bersedia menjemput beliau di rumahnya…

Dan alhamdulillaah, ta’lim dzuhur kamis 8 April 2004 lalu berlangsung lebih ramai dari biasanya, jamaah dari gedung ini dan dari luar banyak berdatangan, baik dari lingkungan perkantoran maupun jamaah pengajian perumahan. Beliau cerita bahwa karya ilmiah Albert Pastore itu ditemukan saat googling di internet dan disebarkan dalam format pdf, karena belum ada yang berani menerbitkannya dalam bentuk buku (dokumen asli dari karya Albert D Pastore ini masih dapat di-download di situs musholla kami, http://www.albarokah.or.id pada kolom ‘Special Download’). Alhamdulillah ternyata buku Albert D Pastore semakin banyak terjual di bookstore online, seperti Amazon.com dan Barnesandnoble.com setelah diterbitkan menjadi buku Juli lalu.

Dari ceramah beliau ini ada sesuatu yang ternyata kami tidak dapatkan informasinya dari media massa, yaitu saat pengangkatan  mayat-mayat korban bom Bali, mereka yang mengevakuasi mayat menyatakan bahwa mayat-mayat itu saling berdekapan, seakan-akan saat dansa tidak merasakan sesuatu apapun dan saat diangkat seolah-olah mayat itu seperti bandeng presto tanpa tulang, karena saat disentuh, mayat-mayat itu terasa lunak sekali. Dan beliau tambahkan dengan geram, apakah hal ini akibat bom potasium oleh Imam Samudra cs….

Sewaktu kami mengantarkan beliau pulang, banyak hal yang kami tanyakan, terutama karir militernya. Tapi yang membuat kami terkejut saat beliau menjawab pertanyaan, “Sejak kapan bapak tinggal di bintaro sektor 9 ini?”. Beliau hanya  menjawab, “Baru beberapa bulan saja, dulu saya tinggal di depan ini”, sambil menunjuk arah lokasi rumahnya yang dulu. “Oh yah, knapa pindah pak?” tanyaku segera. “Di situ harga kontraknya sudah naik menjadi 35 juta setahun, yang baru ini hanya 10 juta setahunnya dan itu murah karena yang punya merasa rumah itu ada hantunya, tapi selama saya dan istri tinggal di sana belum pernah sekalipun liat hantu”, jawabnya sambil ketawa kecil.

Wuuahh….kaget, terperanjat, gak percaya apa yang diucapkannya, membuat saya, Ridwan Harris (Mobile-8) dan Pak Casta (KGN) mengernyitkan dahi masing-masing. Dan tidak mau berkomentar soal itu lagi hingga pas depan rumahnya, entah karena sungkan atau tidak enak…entahlah…

Semangat membela dan kepedulian beliau terhadap saudara seimannya, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang terzalimi oleh isu-isu busuk Amerika dan Sekutunya senantiasa diangkat dalam setiap ceramahnya. Dengan alasannya itulah kami mengundang beliau kembali pada menjelang berakhirnya masa penahanan ustadz Abu Bakar Ba’asyir tahun lalu. Kami geram saat mantan Dubes AS Ralph L Boyce menemui pihak Polri dan melobi beberapa tokoh Islam agar ustadz Abu tidak diperkenankan bebas tanpa alasan yang jelas. Akhirnya kami berhasil mengadakan ta’lim dzuhur bersama ZA Maulani di sela-sela jadwal beliau yang padat dua pekan setelah ustadz Abu ditahan kembali.

Beliau mengatakan bahwa akan membawa artikel untuk ceramahnya terkait JI dan China Policy. Karena itulah kami berinisiatif sejak awal membuat judul ta’lim ini “Ada Apa di Balik Kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan Keterkaitkannya dengan Politik Luar Negeri Amerika di Asia Tenggara” pada Selasa 18 Mei 2004 lalu.

Rekan kami, Budiyono (mantan engineer Boleh.net dan admin situs musholla) ahad sorenya sudah menempelkan pamflet pengumuman ta’lim dzuhur di tiap lantai gedung Cyber. Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, keesokannya kami tambahkan di bawah judul utamanya, yaitu “Kelanjutan Bedah Buku Stranger than Fiction karya Prof. DR. Albert D Pastore PhD”.

Selasa pagi itu beliau menghubungi kami dan minta dijemput di Hotel Menteng tempat dia berseminar. Dalam perjalanan bersama pak Wahyu (KGN) ada berita bahwa salah satu tenant gedung Cyber merasa keberatan dengan judul ta’lim ini. Tapi dengan basmalah kita tetapkan agar acara ini tetap berlangsung. Sewaktu menemui beliau di lobby hotel Menteng, terlihat dia membawa travelbag kecil yang ternyata berisi buku-buku karyanya. Setelah dibuka ternyata yang beliau maksud itu ada dalam bukunya yang berjudul “Jama’ah Islamiyah dan China Policy”.

Sayang kami kurang paham maksudnya,  sehingga judul ta’lim bisa diganti dengan bedah buku barunya. Tapi tak mengapa kata beliau. Judul yang kami buat sudah bagus dan berani imbuhnya.

Alhamdulillaah biidznillaah, ta’lim dzuhur ini berlangsung ramai dan banyak dihadiri pula para pengurus dari Gerakan Muslimat Indonesia, pengajian perkantoran maupun perumahan sekitar kami. Tak disangka sesuatu membuat kami haru dan kagum saat semua menyadari bahwa pada buku itu tertulis diterbitkan pada April 2004. Dan ketika kami konfirmasi, dia mengatakan, “Ini sebenarnya saya persembahkan untuk kebebasan ustadz Abu Bakar Ba’asyir, tapi ternyata akibat rekayasa dan konspirasi busuk maka kebebasan itu tak pernah ada…”

Selepas mengantarkan beliau kembali ke hotel, pak Wahyu ditelpon dan diminta pengurus terkait menghadap Building  Management secepatnya. Hu-uh, ada-ada aja nih….Sesampainya di gedung Cyber, segera diminta BPH (Badan Pengurus Harian) musholla segera berkumpul di Indo.net lantai 8 untuk menyamakan jawaban ke Direksi gedung ini. Dan saat menemui mereka semua berjalan lancar, mereka menanyakan susunan pengurus baru dan bagaimana pemilihannya, lalu saat ditanya bagaimana proses pemilihan judul ta’lim terutama pada siang itu, saya hanya bisa menjawab bahwa sebenarnya ini bedah buku sembari menunjukkan buku JI dan China Policy, tapi untuk mengajak rekan-rekan dari perkantoran lain datang, maka kami ubah judulnya. Dan alhamdulillah mereka bisa terima, “Hanya saja lain kali buatlah ta’lim-ta’lim dengan materi yang menyejukkan, karena banyak tenant di gedung ini yang berasal atau investasi dari Amerika”, kata mereka. “Dan mohon jangan undang lagi ZA Maulani bicara di sini, apalagi beliau ini mantan KABAKIN dan ustadz Abu Bakar Ba’asyir sudah ditahan kembali, jadi jangan buat sesuatu yang keputusannya (penahanan ustadz) sudah jelas”, imbuh mereka. “Baiklah, pak”, janji kami dan memang agak sulit jika kami berbuat di luar kesesuaian mereka, karena musholla ini berada dalam lingkungan gedung.

Saat kami sampaikan hal ini ke ZA Maulani, beliau tertawa dan mengatakan di ujung telpon, “Biarlah saya dicekal di tempat anda, semoga saja apa yang saya sampaikan tidak tercekal juga….”

Dan sejak saat itu, kami pun mengajak rekan-rekan pengurus perkantoran ataupun pengurus masjid lainnya untuk mengadakan bedah buku beliau atau karya penulis lainnya yang terkait, agar kita tidak terkooptasi oleh black propaganda dengan isu murahan berlabel terorisme serta menyadari pretext Amerika sesungguhnya di balik semua pemboman di negeri ini dan belahan dunia lainnya.

Sungguh, suatu kehilangan yang amat sangat dirasakan umat Islam negeri ini, di mana sedikit sekali bahkan hampir tak ada dari kalangan petinggi militer yang dengan gigih berjuang membela agama dan saudara seimannya yang terzalimi saat ini….

Untuk itu dalam rangka mengenang Pejuang dan Pembela Islam ini, kami akan menyiarkan rekaman ceramah Letjend. TNI  (Purn) ZA Maulani tertanggal 8 April 2004 dan 18 Mei 2004 lalu pada kamis – jumat 8-9 April 2005 pukul 16.00 melalui web radio Al Barokah [http://radio.albarokah.or.id/listen.pls]

Masih teringat saat beliau katakan pada akhir ceramah di sini, “Saya ingin meninggal sebagai seorang Muslim, bukan sebagai seorang jendral….”

Ya Allah muliakanlah hamba-Mu ini dan tempatkanlah di tempat yang mulia di sisi-Mu….

[Indra Kusuma, mantan Koordinator Divisi Kajian Musholla Al Barokah periode 2004-2005]

April 2, 2008

Air Mata Seorang Yusuf Qaradhawi

“Saya takut bila pujian-pujian itu menghilangkan dua pertiga pahala dan hanya tersisa sepertiganya… Saya lebih tahu kekurangan diri saya, daripada orang lain yang menilai saya.”


Itulah yang diucapkan DR Yusuf Al-Qaradhawi, dengan suara terisak sambil meneteskan air mata. Apa yang membuat ulama terkenal dunia ini menangis? Ternyata ia menangis karena dinisbatkan sebagai “Imam” oleh sekitar 100 tokoh Muslim dalam sebuah pertemuan antara Qaradhawi dengan para sahabat dan muridnya dari 30 negara, yang berlangsung di Qatar, akhir pekan kemarin, sebagai penghargaan atas berbagai ijtihad fiqihnya serta pengabdiannya kepada Islam dan kaum Muslimin selama ini.


Tangis Qaradhawi bukan tangis bahagia karena ia diberi gelar kehormatan sebagai “Imam” oleh rekan sejawat dan murid-muridnya-meskipun tanpa diberi gelar kehormatan “Imam” pun, eksistensi Qaradhawi sebagai ulama besar sudah diakui dunia-tapi air mata Qaradhawi adalah air mata kekhawatiran dan  tanda ketawadhuannya sebagai hamba Allah, yang hanya menginginkan keridhoan dan pahala dari Allah semata atas segala yang telah dilakukannya di dunia.

Sikap rendah hati seorang Qaradhawi tercermin saat dengan halus ia menolak gelar “Imam” itu. Ia mengatakan bahwa ia tidak mengharapkan pujian, apalagi penghargaan. Karena pujian dan sanjungan bisa menghapus pahala amal seseorang di hari akhirat, dan menjadi penghalang dari pahala amalan yang dilakukan untuk mencari ridho Illahi.


Beliau mengutip sabda Rasulullah saw, “Tak seorang pejuang yang berjuang di jalan Allah, lalu ia memperoleh ghanimah, kecuali akan dipercepat dua pertiga pahalanya di akhirat, sisanya satu pertiga.
Tapi bila dia tidak mendapatkan ghanimah, pahalanya sempurna. ” (HR Bukhari).


Qaradhawi mengatakan, sebutan “Imam” untuk dirinya tidaklah tepat. “Saya demi Allah bukanlah pemimpin dan bukan seorang imam. Saya hanya seorang prajurit Islam, seorang murid dan akan tetap sebagai murid yang akan terus menuntut ilmu sampai detik terakhir usia saya,” ucap Qaradhawi.

Dengan segala kerendahan hatinya, ulama besar itu mengatakan bahwa dirinya masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Bahkan beliau minta maaf kepada siapa saja yang merasa sakit hati karena perkataan maupun perbuatannya.

“Manusia, bisa salah dan benar,” katanya sembari menegaskan kembali cita-cita utamanya untuk mati syahid di jalan Allah swt.


Subhanallah… betapa mulianya sosok seorang Yusuf Qaradhawi. Beliaulah contoh peribahasa “Ibarat padi, semakin berisi, semakin menunduk.”  Orang yang makin banyak ilmunya, makin makin pintar, makin kaya dan makin terkenal, akan makin rendah hati dan bijaksana. Bukannya malah sombong dan membanggakan dirinya.

 
Pernahkah kita menangis karena khawatir seperti Al-Qaradhawi ketika ada orang memuji atau memberi kita gelar kehormatan? Yang sering terjadi, kita menangis karena gembira atau bahagia , karena kita merasa banyak orang yang menghormati dan menyenangi kita, hingga kita dipuji, disanjung dan diberi gelar kehormatan.

Ah ….kerendahan hati seorang ulama besar seperti Qaradhawi ibarat setetes embun di padang gersang kehidupan dimana makin banyak orang yang lebih mengejar dunia, mengejar gelar kehormatan, mengejar kekayaan, tanpa menyadari bahwa semuanya itu kelak harus dipertanggunjawabkan di hadapan Allah swt.

 
Selayaknya para ulama lainnya mencontoh kepribadian DR Yusuf  Al-Qaradhawi. Yang konsisten memperjuangkan kepentingan kaum Muslimin, menegakkan ajaran Islam, berjuang di jalan Allah swt tanpa mengharapkan pujian dan gelar kehormatan. Semoga Allah swt senantiasa memberikan kesehatan dan melimpahkan kekuatan serta rahmat untuk beliau. Karena umat Islam masih membutuhkan tuntunan dan pengarahan dari ulama seperti beliau. aamiin.

Maret 18, 2007

Remembering Muhammad al-Durra

Remembering Muhammad al-Durra
Source: Palestine Chronicle

durra_929.jpg 

Two men shot Muhammad Al-Durra five years ago this week, on Sept 30, 2000, two days after the outbreak of Intifada II: The occupation soldier who shot the fatal bullet that killed him, and the photo journalist who shot the iconic picture that immortalized him. Muhammad, of course, was the 12-year old boy killed in the arms of his father, who had vainly tried to shield him from harm as both crouched, compressed and trapped, between a low wall and a large metal barrel at the Netzarin Junction.

The harrowing image, filmed by Palestinian cameraman Talal Abu Rahma for France 2 television, carries the emblematic power of a battle flag. Its heart-rending intensity, its fevered veracity, puts it beyond all rational understanding. It is a lasting image of the war against the Palestinian people and how Israel has conducted it.

Hundreds of poems have been written about the boy. Several countries, including Egypt, Tunisia and Belgium, have issued stamps commemorating the event. Parks and streets (including one in Cairo, where, tellingly, the Israeli Embassy is located) have been named in his honor.

Yes, that image has encoded its dark derangement in our consciousness, attesting to how a picture, clichés aside, is worth a thousand words, how we live in a world today where a verbal matrix is not the only one in which the articulation and conduct of the mind’s eye are conceivable.

For in its gruesome starkness, its distinctive dread, that video (and choose here whatever frame you want) jettisons all of the Palestinian conflict’s subplots — checkpoints, collective punishment, targeted assassinations, land grabs, home demolitions — and leaves it bare for us all to see.

Blow up one of these frames, or put it under a magnifying glass, as I have done, and what strikes you most of all is the blood pooling under the boy’s legs, an image more chilling than the depiction of any war scene.

The death of Muhammad was the picture seen around the world because photographs transcend language barriers and are relentlessly direct in the message they strive to convey.

“Ever since cameras were invented in 1839,” wrote the late literary critic Susan Sontag in “Regarding the Pain of Others,” a follow-up to “On Photography,” her earlier book on the subject, “photography has kept company with death.”

You stop in your tracks here, till you read on: “Once the camera was emancipated from the tripod, truly portable, and equipped with a range finder and a variety of lenses that permitted unprecedented feats of close observation from a distant vantage point, picture-taking acquired an immediacy and authority greater than any verbal account in conveying the horror of mass-produced death.”

Not satisfied with the dictum that a picture is worth a thousand words, Israeli officials and their apologists in the US and elsewhere have turned it upside down to read that a picture is worth a thousand arguments — namely that the boy died in the crossfire at the hands of Palestinian militants, not Israeli soldiers. Humbug!

Since the Intifada started, and since that provocative walkabout by Ariel Sharon on the grounds of the Al-Aqsa Mosque that triggered it, five years ago today, the Palestinians — left unable to choose how they lived, only how they died — turned from stone-throwing to suicide-bombing, and the Israelis turned from machine guns to tanks and Apache helicopters.

According to the latest figures put out by the United Nations Children’s agency, UNICEF, 542 Palestinian children have been killed over the last five years. Children under occupation continue to live mutilated lives, many of them, according to the UN agency, “suffering emotional problems,” like speech impediments, bedwetting, crying, panic attacks and temper tantrums, symptoms that manifest themselves in adult life as aggressive behavior.

That picture of 12-year old Muhammad Al-Durra embodies that human devastation. It joins that pantheon of iconic pictures from around the world — the horrific image of the execution of a Vietcong prisoner in a Saigon street by a Vietnamese police officer in 1968; John Filo’s shot of a girl wailing over the body of a slain Kent State student in 1970; that shot from Vietnam in 1972 of a little girl running — naked and screaming — from a napalm bombing toward the lens of Nick Ut’s camera; and most recently, a hooded Iraqi prisoner standing on a box with wires connected to his hands.

All these pictures, like that depicting the death of Muhammad, are not just iconic, but impactful as well, in the way they both represent a radical transformation of how news is delivered and how, through them, we define our objective reality.

I will conclude with a quote from an unlikely source — Donald Rumsfeld. Yes, none other than the American secretary of defense.

At an angry Senate subcommittee hearing in May, 2004, following the release of those photos of grinning American soldiers humiliating their Iraqi prisoners — photos that inspired moral outrage all over the world — Rumsfeld testified, unwittingly attesting to the power of the craft of photography: “It is the photographs that give one the vivid realization of what actually took place. Words don’t do it. ….You see the photographs and you get a sense of it, and you cannot help but be outraged.”

At that Netzarine Junction, almost exactly five years ago, the camera did not blink. It did not lie. It recorded reality in a visual way that will be etched in our consciousness for generations to come.

———————————————————————————————————————————————————-

http://www.intifada.com/s2.html 

Jamal is an ordinary worker living in
Gaza. 

He had nine children – until September 30th, 2000.

That day, Jamal went out with his son Mohammed to buy a car. On their way, and without any warning, The Israeli occupation army post started firing in their direction. 

Jamal clutched his son and took cover behind a large cement block. When the firing ceased, Jamal waved his arms to point out to the soldiers that he was unarmed. He pointed to the terrified child holding him. 

The firing continued. Every time Jamal attempted to move, a hail of bullets came flying around him. 

Meanwhile, a French TV crew was filming what was happening. Then, two Palestinian paramedics attempted to snatch the father and son. They were shot.

Palestinian paramedic Bassam al-Balbissi died on the spot, the other paramedic was injured seriously. If there was any hope of escape in Jamal’s mind, it no longer existed. He tried to hide his son behind him, he held him close to him while Mohammed was crying and clutching his tormented father’s T-shirt. 

After an hour of their ordeal, Mohammed was finally hit by several bullets and died

He was 12 years old.

He laid facing the earth, while his father Jamal was leaning on the wall as bullets continued to rain down on him.

His father survived. He is paralysed.

*The Guardian reports the Israeli “investigation” into the killing of the child.

Maret 17, 2007

Al-Syahid Ahmad Iwadh

Filed under: Artikel, Blogroll, Islam, Kegiatan Islami, Kisah Islami, Mujahid, Profile — fisan @ 2:51 pm

<http://www.infopalestina.com/Images/images10/ahmad%20Iwadl.jpg>

COMES-Al-Syahid Ahmad Rajab Iwadl lahir pada tanggal 2 Pebruari 1976 di kampong al-Zaitun sebelah timur kota Gaza. Mengenyam pendidikan di sekolah dasar milik Lembaga Internasional untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Setelah tamat di sekolah dasar al-Zaitun dengan nilai sangat baik (8,01-8,99) kemudian ia melanjutkan pendidikanya di sekolah menengah pertama dan umum al-Syajaeyah. Selesai di Syajaeyah kemudian al-Syahid melanjutkan studinya di Universitas Islam jurusan Biologi. Selain tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Islam di Gaza ia juga aktif di organisasi faksi Islam pada Universitas tersebut .

Setelah ia keluar dari Universitas Islam, ia bekerja sebagai pembantu administrasi di Kejaksaan Tinggi Palestina. Karirnya terus menanjak hingga menjabat direktur umum, mengingat dedikasi dan kemampunya dalam bidang tersebut. Bahkan menurut informasi yang bisa dipercaya, Menlu Mahmud Zehar telah menunjuk al-Syahid sebagai direktur umum di departemennya. Sebelumnya al-Syahid juga menjabat sebagai direktur umum kepresidenan, sebelum Hamas menjadi pemimpin di Palestina.

Peristiwa ini hanya beberapa pecan sebelum pesawat Israel membombardir mobil yang ditumpanginya bersama saudara seperjuanganya pada hari Ahad 8 Nopember 2006.

Semua orang tersentak, bahwa suami dari putri menlu Palestina Dr. Mahmud Zehar adalah seorang arsitek militer di brigade Al-Qossam, sayap militer gerakan perlawanan Hamas.

Status Sosial

Al-Sayhid adalah suami dari putri Menlu Palestina, Mahmud Zehar. Dikaruniai dua orang putra masing-masing Muadz baru berumur satu setengah tahun dan Rajab yang baru berumur empat bulan.

Ketika Al-Syahid datang ke rumah Zehar untuk meminang putrinya, Zehar menanyakan dahulu pada putrinya, apakah ananda mau terima bila kehidupan ananda dimasa yang akan datang penuh dengan bahaya karena selalu diincar oleh Israel seperti keadaan sekarang ?.

Aktivitas Dakwah

Al-Syahid sebagai penanggung jawab sejumlah aksi massa, seperti aksi di Masjid Shalahuddin masjid terbesar di Gaza yang paling banyak melahirkan kader-kader intifadhah pertama dan kedua. Ia juga sempat menjadi pimpinan di dalam organisasi kemasjidan tersebut sebelum ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Gaza. Saat itu ia tahu bahwa ia harus merahasiahkan betul identitasnya dalam wadah kegiatan yang penuh resiko. Apalagi untu memangku sebagai pimpinan organisasi tersebut.

Pada awal- awal tahun di Universitas Islam Gaza ia bergabung dengan kelompok Ikwanul Muslimin. Padahal ia baru menginjak di usianya yang ke 18 tahun. Karena salah satu persyaratan ikut organisasi IM bila umurnya sudah mencapai 18 tahun. Namun karena wawasanya dan kemampuanya ia diterima menjadi anggota IM walau dengan syarat umur minimal.

Bergabung Dengan Al-Qossam

Al-Syahid bergabung dengan kelompok Izzuddin Al-Qossam pada awal tahun 2000. Pada saat awal terbentuknya Brigade Al-Qossam, setelah mendapat berbagai gempuran dari dinas keamanan pemerintahan. Peristiwa tersebut sebelum meletusnya intifadhah kedua.

Namun namanya tidak tercantum di dalam jajaran pimpinan brigade Al-Qossam, tetapi masuk dalam jajaran para konseptor dan insinyur pembuat bom pada awal tahun 2001, namun itu baru awal, masih jauh dari tujuan.

Pengembangan alat-alat perang

Al-Syahid merupakan profil muslim yang cerdas, innovator, punya ekses besar dalam perkembangan bom yahudi dari sekedar meledak hingga yang berbentuk elektronik seperti sekarang, yang bisa diledakan secara otomatis seperti yang pernah dilakukan oleh saudara seperjuanganya Al-Syahid Ahmad Musytaha.

Setelah beberapa bulan kemudian ia berpindah ke bagian pengembangan roket al-Qossam menyusul penciptanya Al-Syahid Komandan Nidhal Farhat yang berhasil membuat roket jenis baru yang dinamakan roket Qossam. Al-Syahid Ahmad berkerja denganya dan berhasil mengembangkan roket yang diberinama Qossam 1 yang mampu membawa hulu ledak setara dengan 1 kg TNT yang mampu meluluhlantakan satu wilayah dalam radius satu kilo meter.

Setelah Komandan Nidhal Farhat syahid sebagai pencipta roket Qossam serta pembuatnya Muhammad Salami maka bidang pengembangan roket dimpimn oleh Mujahid Tito Mas’ud dan wakilnya al-Syahid Suhail Abu Nahl keduanya kemudian menjadi tawanan Israel pada tahun 96 an bersama sejumlah anggota lainya, seperti Ahmad Iwadl, Mufid Bal, Shabir Abu Ashi dan Akram Nasher, Mahdi Musytaha yang kemudian mereka meninggal syahid.

Menyusul syahidnya Tito Mas’ud dan wakilnya Suhail Abu Nehel di perkampungan Syajaeyah, maka kepemimpinan beralih kepada komandan syahid Mahdi Musytaha dan menjadikan Ahmad Iwadl sebagai wakilnya sebagai ketua pengembangan dan perancang roket-roket Qossam.

Kemudian setelah Mahdi Musytaha meninggal syahid, maka ketua pengembangan dan pembuatan Qossam beralih kepada Ahmad Iwadl.

Maka mulailah Ahmad Iwadl atau dikenal dengan nama Abu Muadz menyusun program pengembangan serta merekrut sejumlah mujahid yang mempunyai bakat inovasi dan berhasil mengembangkan qossam hingga menjangkau 7 km dengan hulu ledaknya bisa menjangkau 5 km. Saat ini tim Qossam berhasil mengembangkan roketnya yang dapat menjangkau 12 km dengan hulu ledak beradius 8-10 Km. tim Al-Qossam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari brigade Izzudin Al-Qossam.

Yang berhasil mengembangkan roket Qossam seperti saat ini adalah, al-Syahid Ahmad Iwadh Abu Mu’adz. Ia berhasil mengembangkan roket ini dalam waktu kurang dari 5 tahun.

Beberapa sumber menyatakan, bila Ahmad Iwadl tidak bergabung dalam sejumlah operasi militer, karena ia konsen dalam masalah pengembangan roket. Maka tak heran bila pembawaannya penuh rahasia, tenang dan jauh dari pusat perhatian massa.

Keadaan ini terus berlangsung hingga saat pembunuhannya. Namun tatkala para penjagaan keamanan tertangkap oleh pemerintah Israel terkait aksinya menyerang permukiman Sederot termasuk yang ditangkap saat itu, keturunan Nidhal Farhat, seorang mujahid ke tiga, maka tekuaklah bahwa Ahmad Iwadl bekerja dibidang pengembangan roket, namun tidak diketahui dimana tinggalnya. Kecuali beberapa saat sebelum penembakan terhadap mobil yang ditumpanginya.

Kesyahidanya

Pada hari Rabu tanggal 17 Syawal 1427 H atau bertepatan dengan tanggal 8 Nopember 2006, Al-Syahid menemui Tuhanya, bersamanya seorang mujahid Al-Qossam Ramzi Yusuf Suhaiber (36 tahun). Keduanya meninggal digempur rudal Israel yang ditembakan dari pesawat pengintai mereka di Jalan Ahmad Yasin kampong Al-Zaitun Kota Gaza.

Brigade Izzuddin mengumumkan kesyahidanya serta mengangkat kedua jenazah tersebut seraya berjanji akan terus melanjutkan perjuangan kedua mujahid ini, hingga menjemput salah satu dari dua kebaikan, “Hidup Mulia Atau Mati Syahid”

Ahmad Iwadh bukanlah mujahid biasa, tetapi beliau termasuk kepada jajaran pejuang pengukir sejarah. Apakah ada saat ini seorang pejuang yang dengan pengorbananya kecerdasanya serta keuletanya mampu memberikan semangat kepada para mujahid lainya dalam rangka membela hak-hak mereka merebut kemerdekaaan dari tangan penjajah yahudi laknautllah dan dapat menggetarkan musuh-musuh (Israel) dengan roket buatanya.

Apakah ada seorang mujahid yang tidak pernah kelihatan bahkan ia berjuangan dengan diam. Tiba-tiba semua orang terhenyak dengan keberadaanya dan dengan jajak kepahlawananya yang mulia.

Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Mua’adz serta menerima amal jihadmu dan mengumpulkanmu bersama para syuhada, para nabi, para Sadiqin dan orang-orang shaleh lainya. Serta mudah-mudahan Allah mengaruniakan kesabaran kepada keluarga, saudara seperjuangan dan setiap orang yang mencintaimu. Mudah-mudahan Allah memuliakanmu dengan syafa’at dan menaungimu pada saat tidak ada nauangan kecuali nauangan Allah. (pi/asy)

<http://www.infopalestina.com/Images/images10/ahmad%20Iwadl.jpg> COMES-Al-Syahid Ahmad Rajab Iwadl lahir pada tanggal 2 Pebruari 1976 di kampong al-Zaitun sebelah timur kota Gaza. Mengenyam pendidikan di sekolah dasar milik Lembaga Internasional untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Setelah tamat di sekolah dasar al-Zaitun dengan nilai sangat baik (8,01-8,99) kemudian ia melanjutkan pendidikanya di sekolah menengah pertama dan umum al-Syajaeyah. Selesai di Syajaeyah kemudian al-Syahid melanjutkan studinya di Universitas Islam jurusan Biologi. Selain tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Islam di Gaza ia juga aktif di organisasi faksi Islam pada Universitas tersebut .

Setelah ia keluar dari Universitas Islam, ia bekerja sebagai pembantu administrasi di Kejaksaan Tinggi Palestina. Karirnya terus menanjak hingga menjabat direktur umum, mengingat dedikasi dan kemampunya dalam bidang tersebut. Bahkan menurut informasi yang bisa dipercaya, Menlu Mahmud Zehar telah menunjuk al-Syahid sebagai direktur umum di departemennya. Sebelumnya al-Syahid juga menjabat sebagai direktur umum kepresidenan, sebelum Hamas menjadi pemimpin di Palestina.

Peristiwa ini hanya beberapa pecan sebelum pesawat Israel membombardir mobil yang ditumpanginya bersama saudara seperjuanganya pada hari Ahad 8 Nopember 2006.

Semua orang tersentak, bahwa suami dari putri menlu Palestina Dr. Mahmud Zehar adalah seorang arsitek militer di brigade Al-Qossam, sayap militer gerakan perlawanan Hamas.

Status Sosial

Al-Sayhid adalah suami dari putri Menlu Palestina, Mahmud Zehar. Dikaruniai dua orang putra masing-masing Muadz baru berumur satu setengah tahun dan Rajab yang baru berumur empat bulan.

Ketika Al-Syahid datang ke rumah Zehar untuk meminang putrinya, Zehar menanyakan dahulu pada putrinya, apakah ananda mau terima bila kehidupan ananda dimasa yang akan datang penuh dengan bahaya karena selalu diincar oleh Israel seperti keadaan sekarang ?.

Aktivitas Dakwah

Al-Syahid sebagai penanggung jawab sejumlah aksi massa, seperti aksi di Masjid Shalahuddin masjid terbesar di Gaza yang paling banyak melahirkan kader-kader intifadhah pertama dan kedua. Ia juga sempat menjadi pimpinan di dalam organisasi kemasjidan tersebut sebelum ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Gaza. Saat itu ia tahu bahwa ia harus merahasiahkan betul identitasnya dalam wadah kegiatan yang penuh resiko. Apalagi untu memangku sebagai pimpinan organisasi tersebut.

Pada awal- awal tahun di Universitas Islam Gaza ia bergabung dengan kelompok Ikwanul Muslimin. Padahal ia baru menginjak di usianya yang ke 18 tahun. Karena salah satu persyaratan ikut organisasi IM bila umurnya sudah mencapai 18 tahun. Namun karena wawasanya dan kemampuanya ia diterima menjadi anggota IM walau dengan syarat umur minimal.

Bergabung Dengan Al-Qossam

Al-Syahid bergabung dengan kelompok Izzuddin Al-Qossam pada awal tahun 2000. Pada saat awal terbentuknya Brigade Al-Qossam, setelah mendapat berbagai gempuran dari dinas keamanan pemerintahan. Peristiwa tersebut sebelum meletusnya intifadhah kedua.

Namun namanya tidak tercantum di dalam jajaran pimpinan brigade Al-Qossam, tetapi masuk dalam jajaran para konseptor dan insinyur pembuat bom pada awal tahun 2001, namun itu baru awal, masih jauh dari tujuan.

Pengembangan alat-alat perang

Al-Syahid merupakan profil muslim yang cerdas, innovator, punya ekses besar dalam perkembangan bom yahudi dari sekedar meledak hingga yang berbentuk elektronik seperti sekarang, yang bisa diledakan secara otomatis seperti yang pernah dilakukan oleh saudara seperjuanganya Al-Syahid Ahmad Musytaha.

Setelah beberapa bulan kemudian ia berpindah ke bagian pengembangan roket al-Qossam menyusul penciptanya Al-Syahid Komandan Nidhal Farhat yang berhasil membuat roket jenis baru yang dinamakan roket Qossam. Al-Syahid Ahmad berkerja denganya dan berhasil mengembangkan roket yang diberinama Qossam 1 yang mampu membawa hulu ledak setara dengan 1 kg TNT yang mampu meluluhlantakan satu wilayah dalam radius satu kilo meter.

Setelah Komandan Nidhal Farhat syahid sebagai pencipta roket Qossam serta pembuatnya Muhammad Salami maka bidang pengembangan roket dimpimn oleh Mujahid Tito Mas’ud dan wakilnya al-Syahid Suhail Abu Nahl keduanya kemudian menjadi tawanan Israel pada tahun 96 an bersama sejumlah anggota lainya, seperti Ahmad Iwadl, Mufid Bal, Shabir Abu Ashi dan Akram Nasher, Mahdi Musytaha yang kemudian mereka meninggal syahid.

Menyusul syahidnya Tito Mas’ud dan wakilnya Suhail Abu Nehel di perkampungan Syajaeyah, maka kepemimpinan beralih kepada komandan syahid Mahdi Musytaha dan menjadikan Ahmad Iwadl sebagai wakilnya sebagai ketua pengembangan dan perancang roket-roket Qossam.

Kemudian setelah Mahdi Musytaha meninggal syahid, maka ketua pengembangan dan pembuatan Qossam beralih kepada Ahmad Iwadl.

Maka mulailah Ahmad Iwadl atau dikenal dengan nama Abu Muadz menyusun program pengembangan serta merekrut sejumlah mujahid yang mempunyai bakat inovasi dan berhasil mengembangkan qossam hingga menjangkau 7 km dengan hulu ledaknya bisa menjangkau 5 km. Saat ini tim Qossam berhasil mengembangkan roketnya yang dapat menjangkau 12 km dengan hulu ledak beradius 8-10 Km. tim Al-Qossam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari brigade Izzudin Al-Qossam.

Yang berhasil mengembangkan roket Qossam seperti saat ini adalah, al-Syahid Ahmad Iwadh Abu Mu’adz. Ia berhasil mengembangkan roket ini dalam waktu kurang dari 5 tahun.

Beberapa sumber menyatakan, bila Ahmad Iwadl tidak bergabung dalam sejumlah operasi militer, karena ia konsen dalam masalah pengembangan roket. Maka tak heran bila pembawaannya penuh rahasia, tenang dan jauh dari pusat perhatian massa.

Keadaan ini terus berlangsung hingga saat pembunuhannya. Namun tatkala para penjagaan keamanan tertangkap oleh pemerintah Israel terkait aksinya menyerang permukiman Sederot termasuk yang ditangkap saat itu, keturunan Nidhal Farhat, seorang mujahid ke tiga, maka tekuaklah bahwa Ahmad Iwadl bekerja dibidang pengembangan roket, namun tidak diketahui dimana tinggalnya. Kecuali beberapa saat sebelum penembakan terhadap mobil yang ditumpanginya.

Kesyahidanya

Pada hari Rabu tanggal 17 Syawal 1427 H atau bertepatan dengan tanggal 8 Nopember 2006, Al-Syahid menemui Tuhanya, bersamanya seorang mujahid Al-Qossam Ramzi Yusuf Suhaiber (36 tahun). Keduanya meninggal digempur rudal Israel yang ditembakan dari pesawat pengintai mereka di Jalan Ahmad Yasin kampong Al-Zaitun Kota Gaza.

Brigade Izzuddin mengumumkan kesyahidanya serta mengangkat kedua jenazah tersebut seraya berjanji akan terus melanjutkan perjuangan kedua mujahid ini, hingga menjemput salah satu dari dua kebaikan, “Hidup Mulia Atau Mati Syahid”

Ahmad Iwadh bukanlah mujahid biasa, tetapi beliau termasuk kepada jajaran pejuang pengukir sejarah. Apakah ada saat ini seorang pejuang yang dengan pengorbananya kecerdasanya serta keuletanya mampu memberikan semangat kepada para mujahid lainya dalam rangka membela hak-hak mereka merebut kemerdekaaan dari tangan penjajah yahudi laknautllah dan dapat menggetarkan musuh-musuh (Israel) dengan roket buatanya.

Apakah ada seorang mujahid yang tidak pernah kelihatan bahkan ia berjuangan dengan diam. Tiba-tiba semua orang terhenyak dengan keberadaanya dan dengan jajak kepahlawananya yang mulia.

Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Mua’adz serta menerima amal jihadmu dan mengumpulkanmu bersama para syuhada, para nabi, para Sadiqin dan orang-orang shaleh lainya. Serta mudah-mudahan Allah mengaruniakan kesabaran kepada keluarga, saudara seperjuangan dan setiap orang yang mencintaimu. Mudah-mudahan Allah memuliakanmu dengan syafa’at dan menaungimu pada saat tidak ada nauangan kecuali nauangan Allah. (pi/asy)

Desember 8, 2006

Peringatan 18 Tahun Syahidnya Abdullah Azzam: Teroriskah Simbol Jihad Afghanistan itu?

Filed under: Artikel, Islam, Kegiatan Islami, Kisah Islami, Mujahid, Pahlawan, Profile, Tokoh Islam — fisan @ 1:26 am

24 November, 18 tahun Islam. Seorang tokoh pejuang Islam menghadap Allah swt dengan begitu indahnya. Syaikh Abdullah Azzam, siapa yang tidak pernah mendengar nama itu? Hampir setiap Muslim yang memperhatikan kondisi dunia Islam di tahun 80-an pasti mengenal nama dan sosok Abdullah Azzam dengan baik.

Dia adalah simbol jihad Afganistan saat mengusir pasukan beruang merah Rusia. Dan kini, hampir 18 tahun berlalu, namanya masih lekat dikenang dalam hati para pejuang Islam di dunia. Meski, label gembong teroris juga dikaitkan dengan namanya, namun siapapun yang mengetahui kondisi perjuangan jihad Afganistan ketika itu, tak pernah terbetik sedikitpun bahwa Abdullah Azzam adalah seorang teroris. Bahkan sebaliknya, ia adalah pejuang sejati yang begitu tinggi kasih sayangnya kepada kaum Muslimin.

Beberapa waktu lalu, sejumlah tokoh mengingatkan tentang peringatan syahidnya tokoh jihad Afganistan itu. Salah seorang muridnya yang kini tinggal di Mesir, bercerita tentang Abdullah Azzam, saat beliau sedang melakukan perkemahan. Pada suatu acara semua yang mengikuti mukhayyam itu di perintahkan oleh komandan lapangan. “Kalian berlarilah mengelilingi lapangan ini sebanyak yang kalian bisa,” ujar komandan lapangan.

Semua peserta perkemahan berlari. Namun setelah beberapa putaran, sudah ada yang menyerah, dan mereka yang menyerah beralasan bahwa “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (2: 286), inilah yang saya mampu”,

Begitu pula orang-orang yang menyerah selanjutnya, mereka selalu beralasan dengan ayat ke 286 di surat Al-Baqarah tersebut, dan yang sisa pun semakin banyak yang menyerah, sampai tinggal Abdullah Azzam sendiri, beliau terus berlari mengelilingi lapangan tersebut, sampai akhirnya beliau pingsan.

Dan setelah sadar beliau ditanya oleh komandan lapangan “ Mengapa anda berlari sampai pingsan begini, kan sudah saya bilang bahwa anda berlari semampu anda”, lalu Abdullah Azzam menjawab “inilah yang saya mampu, sesuai yang anda perintahkan“

Yang dimaksud oleh Abdullah Azzam adalah makna sebenarnya dari “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”, bahwa perintah harus dijalankan sesuai isinya. Di sisi lain, upaya apapun harus dilakukan dengan upaya yang optimal di batas kemampuan seseorang. Itulah salah satu pelajaran yang diberikan Abdullah Azzam.

Komitmen Kuat Berjihad

Abdullah Azzam dilahirkan di sebuah kampung di Utara Palestina yang dikenal sebagai Selat al-Harithia di daerah Genine pada tahun 1941. Ayahnya bernama Mustaffa yang meninggal dunia setahun selepas pembunuhan anaknya. Ibunya bernama Zakia Saleh yang meninggal dunia setahun sebelum Sheikh Abdullah Azzam dibunuh.

Abdullah Azzam berasal dari keluarga yang baik latar-belakang keagamaannya. Keluarganya gembira mempunyai anak lelaki, Abdullah Yusuf Azzam, yang sudah terlihat istimewa di kalangan kanak-kanak lain dan telah aktif berdakwah pada usia yang muda. Rekan-rekannya mengenali Azzam sebagai seorang yang wara dan sangat hati hati dengan dosa. Ia menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan pada usia muda. Guru-gurunya melihat keistimewaan ini sejak Azzam masih duduk di bangku sekolah. Abdullah Azzam masuk dalam organisasi al-Ikhwan-ul-Muslimin sebelum mencapai usia baligh.

Sheikh Abdullah Azzam telah dikenal karena ketabahan dan sifatnya yang sungguh sungguh sejak kecil. Ia menerima pendidikan awal peringkat sekolah dasar dan menengah di kampung sebelum meneruskan pendidikan di College Pertanian Khadorri sampai tingkat Diploma. Walau merupakan pelajar termuda di kalangan teman-temannya, Abdullah Azzam adalah murid yang paling cerdas. Setelah menamatkan pendidikan di College Khadorri ia bekerja sebagai seorang guru di sebuah kampung bernama Adder di Selatan Jordan. Kemudian beliau meneruskan pendidikan di college Shariah di universitas Damaskus sehingga memperoleh Ijazah B.A. dalam Shariah pada 1966. Setelah pihak Yahudi mendudduki Tepi Barat pada tahun 1967, Abdullah Azzam muda hijrah ke Jordan, karena ia tidak mau tinggal di bawah penjajahan Yahudi di Palestina. Pengalaman melihat tank-tank Israel bergerak masuk ke Tepi Barat tanpa ada hambatan meningkatkan tekadnya untuk hijrah dan belajar mendapatkan kemampuan untuk perang.

Tahun 1960-an ia ikut dalam Jihad menentang penjajahan Israel di Palestina dari Jordan. Ketika itu juga ia menerima Ijazah Master di dalam bidang Shariah dari Unversitas al-Azhar. Pada tahun 1970 sesudah Jihad terhenti karena kekuatan PLO dipaksa keluar dari Jordan, Abdullah Azzam menjadi seorang pensyarah di universitas Jordanian di Amman. Pada tahun 1971 ia dianugerahkan biasiswa ke Universitas al-Azhar di Kairo sampai ia memperoleh Ijazah doktor di dalam bidang Ushul al-Fiqh pada 1973. Ketika di Mesir itulah, ia telah berkenalan dengan keluarga Sayid Quthb, keluarga tokoh perjuangan Islam di Mesir.

Pada tahun 1979 ia meniggalkan universitas berpindah ke Pakistan untuk ikut serta dalam Jihad Afghanistan. Di sana ia berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Jihad. Awal kedatangannya di Pakistan, ia dilantik sebagai pensyarah di universitas Islam internasional di Islamabad. Setelah beberapa waktu lamanya, kemudian beliau mengambil keputusan untuk berhenti dari tugas universitas untuk memfokuskan seluruh waktu dan tenaganya kepada Jihad di Afghanistan.

Abdullah Azzam sangat banyak dipengaruhi oleh Jihad di Afghanistan dan Jihad di Afghanistan juga sangat banyak dipengaruhi Abdullah Azzam sejak beliau memfokuskan seluruh waktunya untuk Jihad. Ia menjadi seorang yang disegani di arena Jihad Afghanistan. Ia menumpahkan seluruh daya usaha untuk menyebarkan dan mengenalkan Jihad di Afghanistan ke seluruh dunia. Ia mengubah pandangan umat Islam tentang Jihad di Afghanistan dan menyadarkan bahwa Jihad adalah tuntutan Islam yang menjadi tanggung jawab semua umat Islam di seluruh dunia. Berkat hasil usahanya, Jihad Afghan menjadi Jihad universal yang diikuti oleh umat Islam dari berbagai pelosok dunia.

Abdullah Azzam bahkan menjadi idola generasi muda yang menyahut seruan Jihad. Pernah ia berkata, “Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun di Jihad Afghan, satu setengah tahun di Jihad Palestina dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa.”

Ia juga melatih keluarganya dengan pemahaman dan semangat yang sama. Isterinya terlibat dengan kegiatan penjagaan anak-anak yatim di Afganistán. Ia sendiri menolak tawaran pekerjaan sebagai pensyarah dari beberapa buah universitas sambil berikrar bahwa ia tidak akan meninggalkan Jihad sehingga gugur syahid. Ia juga selalu mengatakan bahwa tujuan utama dan cita-citanya adalah untuk membebaskan Palestina.

Terbunuh Saat Hendak Sholat Jumat

Tentu saja komitmen yang begitu tinggi pada Islam menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Mereka bersekongkol untuk membunuh beliau. Pada tahun 1989, sebuah bom diletakkan di bawah mimbar yang ia gunakan untuk menyampaikan khutbah Jumat. Bahan letupan itu sangat berbahaya dan ledakannya akan memusnahkan masjid tersebut bersama dengan semua benda dan jamaah di dalamnya. Tetapi dengan perlindungan Allah, bom tersebut tidak meledak dan ratusan orang Islam selamat.

Musuh-musuh Islam terus berupaya membunuh Abdullah Azzam. Pada hari Jum’at, 24 November 1989 di Peshawar, Pakistan, mereka telah menanam tiga buah bom di jalan yang sempit. Abdullah Azzam memarkirkan mobilnya di posisi bom pertama dan kemudian berjalan ke masjid untuk shalat Jum’at. Bom pun meledak dan Abdullah Azzam gugur bersama dengan dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, beserta dengan anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (pejuang di Afghan).

Ledakan bom seberat 20kg TNT dilakukan dengan alat kontrol jarak jauh. Setelah ledakan kuat itu itu orang-orang keluar dari masjid dan melihat keadaan yang mengerikan. Hanya bahagian kecil dari mobil tersebut yang kelihatan. Anak Abdullah Azzam, Ibrahim, terpental 100 meter; begitu juga dengan dua orang anak-anak lagi. Serpihan mayat mereka bertaburan di atas kabel-kabel listrik.

Tubuh Abdullah Azzam ditemukan bersandar pada sebuah tembok, dalam keadaan sempurna dan tiada luka atau cedera kecuali sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Seperti itulah akhir kehidupan seorang Mujahid di dunia ini dan insya-Allah kehidupannya akan terus berlanjut di sisi Allah swt.Abdullah Azzam dikebumikan di Tanah Perkuburan Shuhada Pabi di mana beliau menyertai ribuan para syuhada.

Sumber : http://www.eramuslim.com/news/lpk/4573d083.htm

Oktober 9, 2006

Scientific : BULAN PUN TELAH TERBELAH

Filed under: Kegiatan Islami, Kisah Islami, qur'an, Review, science islam — fisan @ 4:07 am

 

bulan-terbelah-1.jpg

bulan-terbelah-2.jpg

Allah berfirman:

“Sungguh telah dekat hari kiamat, dan bulan pun telah terbelah.” (Q.S. Al-Qamar: 1)

Apakah kalian akan membenarkan ayat Al-Qur’an ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris? Di bawah ini adalah kisahnya.

Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah?

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:

Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah.

Beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan hal itu di University Cardif, Inggris bagian Barat. Para peserta yang hadir ber-macam2, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an.

Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah mengandung mukjizat secara ilmiah?

Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka hal itu adalah mukjizat yang terjadi pada masa Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi2 sebelumnya.

Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits2 Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadits2 Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar2 maha berkuasa atas segala sesuatu.

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah Munawarah. Orang2 musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (dengan nada mengejek dan meng-olok2)?

Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Coba belah bulan…” Rasulullah pun berdiri dan terdiam, berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu Allah memberitahu Muhammad saw agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan se-benar2-nya. Serta-merta orang2 musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar2 telah menyihir kami!”

Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Lalu mereka pun menunggu orang2 yang akan pulang dari perjalanan.

Orang2 Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, orang2 musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing2-nya kemudian bersatu kembali…”

Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: “Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda2 kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap… (sampai akhir surat Al-Qamar).

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai Tuan, bolehkah aku menambahkan?”

Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: “Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama2 (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna2 Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku mem-buka2 terjemahan Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah…”

Aku bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun berhenti membaca ayat2 selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan se-hari2. Akan tetapi Allah maha tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

Suatu hari aku duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi antara seorang presenter Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut bercerita tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan.

Presenter berkata, “Andaikan dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak gunanya.” Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik pada segi kedokteran, industri ataupun pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia2, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.”

Dalam diskusi tersebut dibahas tentang turunnya astronot hingga menjejakkan kakinya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana yang begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?”

Mereka pun menjawab, “Tidak! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.”

Mendengar hal itu, presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai hingga demikian mahal taruhannya?” Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali!

Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batu2-an yang terpisah (karena) terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Kami meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali!”

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, Mukjizat (kehebatan) benar2 telah terjadi pada diri Muhammad shallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar2 telah meng-olok2 AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, hingga 100 juta dollar, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin! Agama Islam ini tidak mungkin salah… Lalu aku pun kembali membuka Mushhaf Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar. Dan saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.”

Subhanallah….

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Agustus 8, 2006

Mujahid : Syamil Sudah Duluan, Kita Kapan?

Filed under: Kegiatan Islami, Kisah Islami — fisan @ 10:20 am

*Syamil Sudah Duluan, Kita Kapan?*

‘Abdallah Syamil Abu-Idris atau Syamil Salmanovich Basayev. Catatlah
nama ini baik-baik di hati kita. Karena dia salah satu laki-laki yang
dipanggil pulang dengan cara yang dirindukan setiap mujahid di jalan Allah

Kita bisa mati di ranjang rumah sakit karena serangan jantung atau
kepadatan kolesterol. Atau mati di mobil yang tabrakan beruntun di jalan
tol, karena pengawal Presiden SBY mendadak menghentikan lalu-lintas.
Atau mati tertimpa reruntuhan rumah karena gempa di Jogja dan Klaten.
Atau mati gosong di dalam pesawat Mandala yang jatuh di Medan. Atau mati
diterjang arus Tsunami seperti di Pangandaran dan Aceh.

Pagi hari 10 Juli 2006 lalu, dataran utara Ingushetia di Kaukasus sedang
dihangatkan musim panas. Rumpun bunga daisy bermekaran di mana-mana.
Saat itulah Syamil Basayev mati meledak bersama tiga mujahid lain, dalam
sebuah truk amunisi. Ia mati ketika memperjuangkan kemerdekaan bangsa
Muslim Chechnya melawan teror serdadu Russia.

“Mati hanya sekali, matilah saat sedang berjihad,” kata seorang pria
bernama Ustadz Abdullah ‘Azzam. Mobilnya diledakkan CIA saat hendak
berangkat khutbah Jum’at di Peshawar, di arena jihad Afghanistan.

Dalam satu wawancara dengan CNN, pemimpin HAMAS Dr. ‘Abdul Aziz
Al-Rantissi, bilang begini, “Anda pasti akan mati, mungkin karena kanker
atau karena Apache (helikopter bikinan Amerika yang dipakai Israel untuk
membantai orang Palestina). Saya pilih Apache.” Allah memenuhi keinginan
itu. Dr. Rantissi mati dirudal Apache karena memimpin bangsa Palestina
melawan penjajah Israel.

Tidak mudah mendapatkan syahid. Bahkan Khalid bin Walid Radhiallaahu
‘anhu yang seluruh tubuhnya penuh bekas luka sabetan pedang, tombak, dan
panah, yang didapatnya dari seratus kali berperang, matinya sakit di
atas ranjang. “Celakalah orang yang pengecut,” pesan terakhir Khalid.

Setiap kali ada orang seperti Syamil Basayev dijemput Malaikat Izrail,
terbayang kembali oleh kita orang-orang yang telah memilih jalan
hidup-mati yang mulia, dari generasi ke generasi. Sejak generasi Hamzah
bin ‘Abdul Muthallib Ra di padang Uhud sampai generasi Mohammad Thoha di
Bandung dan lebih banyak lagi yang tak dikenal namanya. Mudah-mudahan
mereka semua syuhada. Kelompok yang oleh seorang ‘alim Ibn Katsir
disebut sebagai “satu-satunya jenis manusia yang tidak kaget dan tidak
panik saat menyaksikan dahsyatnya Hari Qiyamat”.

Kapan waktunya kita mati sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh, namun
bagaimana cara kita mati masih bisa dipilih. Setiap Jum’at khatib
mengingatkan kita dengan ayat “…jangan sekali-kali mati kecuali dalam
keadaan Muslim.” Jika ingin mati dalam keadaan Muslim, pilihannya hanya
ada satu cara, yaitu menjadi Muslim sesempurna mungkin selama 24 jam
sehari. Soalnya kita tak tahu jam berapa diantara 24 jam ke depan batas
hidup kita akan berakhir. Jangan ambil risiko.

Lima belas tahun terakhir, 24 jam sehari, Syamil adalah pemimpin jihad
di Chechnya. Sebuah negara kecil yang menyatakan emoh tunduk pada
Russia, sesudah imperium Komunis Uni Soviet berantakan. Kaki kanannya
sudah ia infaq-kan untuk jihad. Jika mau ia bisa hidup mewah jadi
pejabat pemerintahan boneka Russia. Tidak. Ia tak mau lengah melepaskan
1 jam pun di luar jihad. Hasilnya, ia mati dalam keadaan berjihad.

Jalan hidup orang-orang seperti Syamil sangat tidak mudah. Selain harus
selalu bergerilya dan waspada seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman,
isu dan fitnah selalu mengikuti setiap langkahnya. Jenderal Soedirman
disebarluaskan oleh penjajah Belanda sebagai pemimpin “gerombolan
ekstrimis”. Diponegoro disebut “pangeran pemberontak yang tersingkir
dari istana”. Tuanku Imam Bonjol difitnah sebagai “pemecah belah kaum
adat”.

Syamil Basayev, Wakil Presiden CRI (Chechen Republic of Ichkeria) masuk
dalam “daftar resmi teroris” versi Dewan Keamanan PBB tahun 2003. Oleh
kantor berita Inggris-Yahudi Reuters Syamil digelari “Jagal dari
Beslan”, merujuk ke aksi penawanan anak-anak sekolah di Beslan, Russia.
Akibat serbuan serdadu Russia ke sekolah itu 331 anak dan orang dewasa
tewas dalam kejadian itu.

Kepala dinas rahasia Russia FSB, Nikolai Patrushev, sesumbar di televisi
bahwa Syamil terbunuh dalam serangan “operasi khusus”. Perdana Menteri
Chechnya boneka Russia, Ramsan Kadyrov menyambut berita kematian Syamil
sebagai “kebahagiaan besar bagi bangsa Chechnya” meskipun ia membantah
berperan apapun dalam pembunuhan itu.

Hussein bin Mahmoud, seorang ‘alim yang mendukung perjuangan mujahidin
Chechnya membuat artikel penghargaan berjudul “Rajawali Kaukasus” untuk
Syamil. Artikel itu mengisahkan perjuangan Muslimin Chechnya yang tak
pernah berhenti melewati berbagai rezim, sejak Catherine the Great,
Joseph Stalin, Boris Yeltsin sampai Vladimir Putin. Hussein juga
menceritakan riwayat hidup Syamil, sejak kelahirannya di Vedeno,
pengalamannya berjihad di Khost, Afghanistan, hingga memimpin jihad
bangsanya sendiri.

Syamil lahir 14 January 1965, di desa pegunungan Vedeno di kawasan
tenggara Chechnya. Namanya diambil dari Imam Syamil, ulama-mujahid yang
melawan penjajahan kekaisaran Russia pada abad ke-19. Jenggot Syamil
Basayev lebat mengkilat. Kaki kanannya putus diamputasi setelah
menginjak ranjau Russia pada tahun 2000. Waktu jadi mahasiswa di Moskow
Syamil mengaku menempel poster Che Guevara di kamarnya, dan sesudah itu
bekerja sebagai salesman komputer.

Syamil pertama kali dikenal dunia pada tahun 1991. Waktu itu Chechnya
dipaksa oleh serbuan militer agar tetap berada di bawah jajahan Russia.
Sama seperti saat Indonesia dipaksa Belanda untuk tetap berada di bawah
jajahannya di tahun 1948, ketika ibukota Yogyakarta diserbu dan Bung
Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir ditangkap dan dibuang seperti
maling. Jenderal Soedirman bergerilya. Syamil membajak pesawat Russia ke
Turki, dan mengadakan jumpa pers di sana untuk menjelaskan apa yang
sesungguhnya terjadi di negerinya. Sebab media Barat tak pernah bersikap
adil kepada bangsa Muslim Chechnya.

Pelan tapi pasti, Syamil menjadi komandan penting di jajaran mujahidin
ketika armada Russia melakukan serbuan besar-besaran pada tahun 1994.
“Russia adalah kekaisaran terakhir yang dibangun dengan darah,” katanya
kepada BBC di tahun 1999. Armada Russia keletihan. Mereka angkat kaki
sesudah Jihad Chechnya pertama berakhir di tahun 1996. Syamil ikut dalam
pemilihan presiden namun ikhlas menerima Ashlan Maskhadov menjadi
presiden. Ashlan sudah syahid duluan dibunuh serdadu Russia pada bulan
Maret 2005 dalam Jihad Chechnya kedua. Kini Syamil menyusul Ashlan dan
dua kawannya yang lain, Amir Khattab dari Saudi dan Abdul Halim
Sadulayev. Syahidnya Syamil diumumkan secara resmi oleh Dewan Militer
Majelis Syura CRI sebagai “kehendak Allah”.

“Dengan kematian Basayev, kepala organisasi telah dihancurkan bagaikan
Bin Laden disingkirkan dari Afghanistan,” kata Alexander Ruhr dari Dewan
Hubungan Luar Negeri Jerman. Ruhr gagal membaca sejarah. Tidak pernah
perjalanan jihad berhenti hanya karena pemimpinnya dibunuh. Mungkin
mereda sebentar, sesudah itu bergelora lagi. Sebaiknya, Ruhr mencermati
jumlah tentara Amerika yang mati setiap hari sekarang di Afghanistan,
sesudah “Bin Laden disingkirkan”.

Syamil sudah “menjawab” euforia Ruhr bahkan sebelum dirinya syahid.
Berikut ini petikan wawancara Kavkaz Center (sebuah situs jihad
Chechnya) dengan Syamil yang dipublikasi 1 Mei 2006 lalu.

“Ada kesan bahwa situasi saat ini di Ichkeria tidak akan berubah dalam 5
bahkan 10 tahun ke depan. Bagaimana jalan keluar dari situasi ini
menurut para pemimpin Ichkeria?

Situasi di Ichkeria dan Kaukasus bisa berubah setiap saat atau bisa
tidak berubah selama 10 atau bahkan lebih dari 100 tahun ke depan. Saat
ini perang sedang berlangsung, dan sangat tidak bisa diduga.
Bagaimanapun segalanya sangat jelas bagi kaum Muslimin. Tujuan kami
adalah jihad sedangkan hasilnya terserah Allah. Jika kemenangan yang
cepat itu baik untuk kami, maka itu tak akan lama lagi. Jika tetap dalam
perang itu baik untuk kami, maka semuanya terserah Allah. Kami hanya
memohon Dia memberikan kami kesabaran lebih banyak untuk tetap berada di
Jalan-Nya.

Apakah para komandan lapangan Ichkeria akan mengikuti langkah HAMAS dan
mengajukan calon-calon ke parlemen Federasi Russia?

HAMAS tidak pernah masuk ke dalam badan legislatif Israel. Jika kita
bicara tentang jalan yang telah kita pilih, saya harus menegaskan lagi
bahwa hanya ada satu jalan bagi umat Islam sedunia –penegakkan hukum
Allah. Main-main dan kompromi dalam masalah ini hanya akan mengundang
kehinaan.”

Syamil sudah duluan. Kita kapan?

“Diantara orang-orang Mu’min

ada orang-orang yang menepati

apa yang telah mereka janjikan

kepada Allah, maka diantara mereka

ada yang gugur dan diantara mereka

(juga) ada yang menunggu dan mereka

tiada mengubah janji..”

(Al-Ahzab: 23)*

*
* penulis adalah wartawan dan guru madrasah. Tulisan ini dimuat di
majalah Hidayatullah edisi Agustus 2006*

Older Posts »

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.